Cinta dan cinta
Kata-kata yang selalu mengiang di telingaku
Menggoyahkan keteguhanku
Dan menggelitik jantung hatiku
Seperempat abad ku mencari cinta
Di antara timbunan sampah dan noda asa
Di sela dedaunan meranggas oleh masa
Di tepi lautan pasir asmara
Dari ujung tanah hingga mega
Dari batas waktu hingga benua
Dari kasatmata hingga dasar samudra
Dari kolong gua hingga ujung senja
Adakah cinta di kepaknya
Adakah cinta di lolongannya
Adakah cinta di celotehnya
Adakah cinta di mukanya
Di beningnya
Di embunnya
Di tetesannya
Di bulirnya
Dalam kegelapan
Dalam keterikan
Dalam kehujanan
Dalam cahaya
Pada kabut
Pada angan
Pada bunga
Pada seminya
Ngarai
Lembah
Bukit
Rimba
Keramaian
Kesepian
Kehampaan
Kesedihan
Bulir menetes di permata kelopak
Gundah meradang di pematang rona
Resah mendekap di lautan jiwa
Nestapa menyengat di rumbai pusara
Kembali
Ummi
Adakah surga di pelukmu
“Aku hendak temui Rabbku”
Abi
Adakah tetes cinta di dekapmu
Kenapa kau campakkan aku?
Saudaraku
Kau yang lebih mengerti akan arti asa
Kau yang lebih mengerti akan bias fatamorgana
Di manakah cinta
“Selamat tinggal sobat”
Kenapa kau tinggalkanku?
Hartaku
Adakah kasih darimu
Kenapa kau kuasai diriku?
Franchiseku
Di tepi sahara
Duduk menanti cinta
Kenapa kau lalaikan aku?
Rumahku
Ah, aku coba
Kutenteng atap
Kubuka bilik
Kupendam
Kucium lantai
Kuisap debu
Kudekap rasa
Tidak ada
Istriku
Ah, Salma
Mendekatlah kekasihku
Aku masih ingat hangatnya pelukanmu
Aku masih ingat secawan anggur di jemarimu
Aku masih ingat seulas senyum di bibirmu
Aku masih ingat sepercik telaga di matamu
Aku masih teringat
kesetiaan cintamu
ketaatan imanmu
kemuliaan dirimu
keagungan akhlakmu
kecintaan akan risalahmu
kesejukan lisanmu
kelembutan belaianmu
ketsiqohan amalmu
keistiqomahan ibadahmu
keistigholan dakwahmu
keikhlasan dirimu
kebeningan kasihmu
Tapi, hendak ke mana kau, Khadijahku?
Nada, putriku
Abi bertanya, tunjukkan cinta yang sesungguhnya
Ucapkanlah lewat harumnya lisanmu
Sampaikanlah lewat mahkota keimananmu
Petikkanlah dari rumpun bunga surgamu
Dendangkanlah dari ranumnya pipimu
Kenapa kau pergi dariku?
Izzudin, putraku
Tunjukkan Abi cinta dalam penamu
Kabarkan Abi dalam kekhusyuan sujudmu
Pelitakan Abi dalam kemurnian pemikiranmu
Beritakan Abi dalam keheningan munajatmu
Kenapa kau menghilang dariku?
Aku
Aku, ya aku
Di mana
Cintaku wahai aku
?
Gersang
Usang
Hilang
Dan
Kuberdiri di Peshawar
Menenggak anggur ketaatan
Mengungkung komunitas mizan
Desing mortir
Dentum kaki baja
Kujual nyawa
Masih ada
Kubertengger
Di selatan Bandara Karachi
Menenteng bazoka
Menghantam muka-muka durjana
Kujual nyawa
Masih tersisa
Kumengangkang
Di puncak kuil Ram India
Di hadapan hidung-hidung militan garis keras
Kujual nyawa
Tiada sirna
Kumenghadang
di teriknya kebisingan Grozny
memoncong tank
menjual nyawa
masih ada
Kumenerjang
Di pusat peradaban Tulkarem
Merasuk, menggigit bom syahid
Menjual nyawa
Masih juga ada
Di kamp Shabra Satila
Menganga luka-luka manusia
Meregang nyawa
Tercabik-cabik
Kubalik
Nada, Izzudin?
Subhanallah
Menyusuri ladang Gaza
Bergelimpangan jutaan nyawa
Tergilas tank menjadi dua
Kupeluk sesosok muka
Salma?
Salma?
Bicaralah Salma,
Bicaralah Salma,
“Mahmud Abu Nada, ketika kau lihat syahidku, angkatlah mukamu ke pemilik
Arsy.
Sungguh kutahu perpisahan sangat begitu berat, sunatullah azza wa jalla
telah pasti atas makhluk-Nya. Khadijahmu ini mencintai pertemuan dengan
Allah Azza wa Jalla.
Khadijah”
Merayap
Menghentak
Meniti
Malam pekat
Dingin menusuk
Di antara pemburu-pemburu tiket tol surga
Kuterbaring
“Segera sembuhkan kakiku ya Omar,
kehilangan satu kaki bukan alasan bagiku tuk tak bisa berlari”
Aku tak pedulikan kaki ini
Aku tak pedulikan mata satuku ini
Aku tak pedulikan cabik-cabik daging tak berbentukku ini
Di belakang panji
Ku merasuk,
Menghentak permukiman Yahudi Netaniya
Mengusung sekarung penghancur jiwa
Menitipkannya pada musang-musang yang tengah berpesta
Kujual nyawa
Sirna
Di surga-Nya
Detik itu juga
Di Palestina Kuraih Cinta
Palmerah, Bumi Allah Juli 2002
Agus Sujarwo