Isnin, April 27, 2009

Izinkan Aku Bercerita Tentangmu…!!!


Jangan pernah lelah wahai Mujahidku
Karena ku kan senantiasa dibelakangmu untuk mendukungmu
Jangan kau tengok ke belakang, lihatlah kedepan
Didepan ada musuhmu, musuh Tuhan kita
Jadikan mereka terhina dengan kekuatanmu
Janganlah ragu untuk melepaskan peluru dari selongsong senapanmu
Bidiklah tepat dijantungnya
Jadikan ia mati sia-sia, tak memberi kemenangan bagi sekutunya
Maju terus jangan pernah menyerah
Lepaskanlah duniamu
Karena sungguh dunia ini hina
Sesungguhnya disisi Tuhan kitalah sebenar-benarnya kebahagiaan
Ingatlah isteri-isteri akhiratmu menunggumu dengan penuh cinta
Mereka senantiasa mendendangkan syair kerinduan
Hanya untukmu, hanya untukmu

Disaat kau pulang dengan membawa kemenangan
Maka janganlah kau merasa puas hingga Allah memenangkan agama ini atau kau menemui syahid dimedan itu
Dua pilihan yang menguntungkan, bukan?
Siapakah yang tidak suka dengan perniagaan demikian?
Sungguh merugi bagi orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat
Bukankah kau tidak demikian?

Kau sering bercerita kepadaku tentang indahnya syurga
Dengan berbagai kenikmatan didalamnya
Dan akupun mendengarkan dengan seksama
Betapa indahnya jika kita termasuk penghuni didalamnya
Menuai keridhaan-Nya selamanya

Wahai Mujahidku, ku sering melihatmu bercucuran air mata
Dan seketika itu kau tersungkur bersujud
Memanjatkan sebuah doa
Aku tak bisa mendengarnya karena suaramu tertahan oleh gejolak didadamu
Namun ku tau
Itu adalah gemuruh kerinduanmu padanNya
dan kau memohon untuk bisa membela saudara-saudaramu dari para Thagut kaum kuffar
mengembalikan izzah mereka

wahai Kekasihku, ku kan senantiasa berdoa untuk mu agar harapanmu terpenuhi
untuk bisa kembali ke medan pertempuran itu
sungguh aku ridha jika harus dua kali atau bahkan berulang kali ditinggal olehmu
meski kerinduanku belumlah pupus
meski sajadahku belumlah kering karena banyaknya air mata kerinduan mengharap hadirmu disisiku
meski hari-hariku kan kembali sepi oleh canda dan petuahmu

meski kau tak lagi mengimamiku shalat
meski kau tak akan menyakasikan kehadiran Mujahid kecilmu menghirup udara kehidupan
aku ridha, sungguh aku ridha
asalkan Rabb kita memperkenankan kita bersua dan berkumpul di JannahNya
untuk selamanya
Jika kita tak berjumpa kembali
Maka kan ku semai cintamu disyurga
Dalam istana takwa

senyumku mengembang jika ku membayangkannya (syurga)
namun ku tak bisa menyembunyikan rasa cemburuku pada bidadari bermata jeli
yang akan membagi kasihmu dengan ku
kecantikan mereka tiada tandingan
meski kau selalu menyanjungku tiap pagi dan malam hari
namun seperti yang kau tau aku adalah wanita pecemburu
jiaka rasa itu menyerang maka aku kan mengingat kata-katamu
kecantikan bidadari memang tiada duanya namun wanita dunia lebih mulia dan tiada tandingannya karena mereka bersusah payah beribadah sewaktu didunia
Dan seketika itu pula hatiku riang
Ahhh..kau selalu mengerti bagaimana caranya membuatku senang

Wahai pujaanku tiada berita yang lebih kusukai selain berita tentang kesyahidanmu
Oleh karena itu janganlah berhenti untuk mengharap syahadah pada-Nya
Mudah-mudahan Allah melapangkan jalanmu menujuNya
Kau ingat bukan Rabb kita telah berfirman
Barang siapa menolong agamanya maka dia akan menolongnya pula�
Yakinlah itu

Wahai kekasih hati...jangan pernah ragu untuk meninggalkanku kembali
Jangan fikirkan aku
Karena ku kan baik-baik saja
Ku kan setangguh isteri Handzalah
yang merelakan malam pengantinya untuk memenuhi seruan-Nya
Kan kutopang hidupku tanpamu
Karena kini ku telah terbiasa
Kau yang mengajarkannya padaku, bukan?
Bukankah kita telah berkomitmen dari awal perjumpaan
dan saat ijab Kabul diucapkan
untuk mendirikan bangunan kasih kita diatas jalanNya
hingga syahid menjemput?
Kita tau perjumpaan didunia adalah sementara
Karenanya kita memohon perjumpaan yang kekal
Hingga kau dan aku tak terpisahkan lagi oleh ruang dan waktu
Allaahumma Amiin

Salam rinduku untuk mu selalu:

Aisyah-mu

(azfa syahiidah...www.arrahmah.com)

Pelaminnya Syurga, Maharnya Nyawa

Seandainya engkau tahu
Wahai kekasihku
aku bukanlah Sumayyah yang tangguh
merelakan anak, dan suami
mengejar kematian demi menghirup wewangian Firdausi
kerana,
aku hanyalah seorang isteri
yang butuhkan cinta dan kasih sayang
yang memerlukan didikan dan tarbiyah
darimu yang bergelar suami
tetapi,
ketika wanginya darah para syuhada dan
senandung cinta medan Jihad
membuatmu mabuk kepayang akan syurga
aku tidak lagi mampu menahan
keingananmu untuk meraih CintaNya
aku relakan cintaku tinggal disini
bersama permata-permata yang telah kau amanahkan
yang kelak akan kudidik
menjadi singa-singa yang gagah berani sepertimu
mengikuti jejak abinya yang tercinta
Engkau pergi dalam bentuk jasadi
Tetapi kau hidup dalam Ruh-ruh kami

“syukran ya Robb kerana kau memilihnya sebagai syuhada”

Besarnya cintamu padaNya
Pada DeenNya
Mengalahkan secuil kasih dan cintaku ini
Kau pergi mencari mahar
Buat meraih pelaminan syurga nan indah
Nantikan aku wahai mujahidku
Nantikan aku sebagai bidadarimu
Kerna
Wanginya kasturi Firdausi
Mula merasuki jiwaku

Based on the true story of Ummu bakr, as Syahid (Insya Allah) Jamal Manshur wife. One of the Mujaheed Palestine.

PUISI UNTUK AYAH


Ayah…
Oh Ayah
Engkau bekerja dengan giat
Demi masa depan anak mu
Dan sesuap nasi

Oh Ayah
Engkau mendidikku
Supaya menjadi
Orang yang berguna


Ayah
Kini telah datang sebuah kisah
Yang menjadi nostalgia buatku
Nostalgia baru

Ayah
Apabila aku mengingat kisah itu
Aku seakan-akan mau menangis
Tetapi tidak mampu

Ayah
Kini hujan mengalir deras diluar
Bersama mengalirnya air mataku
Apabila mengingat kisah tersebut

Ayah
Kini kau sendiri di balik
Jeruji besi yang dingin
Aku berharap kau tabah

Ayah
Sekarang kau tidak bebas
Tidak bebas seperti kemarin
Tidak bebas seperti Dulu

Ya Allah…
Ku mohon do’a
Supaya ayahku tabah menghadapi
Ujian ini

Ayah
Kini hanya terdengar iba
Tidak lagi kudengar suaramu
Hanya kenangan yang lalu

Ya Allah
Tidak dapat kubayangkan
Bagaimana perasaan Ibu

Ayah
Kau telah memberiku nama yang baik
Kau telah mendidikku dengan baik
Insya Allah itu semua berfaidah

Ayah
Kini air mataku berderai
Mengingat kisah lalu

Ayah
Aku berusaha
Tetap tegar mengahadapi
Segala rintangan yang menghadang

Ayah
Aku akan belajar
Supaya nanti
Menjadi orang berguna

Ayah
Kini kau tiada di sisiku
Tetapi tetap ada di hatiku
Namamu akan kukenang
Senyummu selalu terbayang di mataku
Wajahmu selalu terbayang di ingatanku

Ya Allah…
Kumohon do’a
Semoga kedua orangtuaku
Selamat di dunia dan di akhirat

Ayah…
Aku bangga menjadi anakmu
ANAK SEORANG TERORIS !


Puisi ini di ambil dari buku “ORANG BILANG, AYAH TERORIS” yang di tulis oleh Ustadzah Faridah Abas istri dari Ustadz Asy-Syaheed (InsyaAllah) Ali Ghufron alias Mukhlas ( Mujahid yang meledakan kaum kuffar di bali pada tanggal 12 oktober 2002 ). Puisi ini ditulis oleh putri sulung mereka, bertetapan dengan resmi di tahannya Ust.Ali Ghufron saat itu.

Selasa, April 14, 2009

Siapa percaya photo ini milik seorang Syuhada





As-Syahid (insya Allah) bernama Abasuhaieb Ali Altanani , merupakan Mujahidin al Qassam .
Gugur pada saat serangan Israel keatas kota Gazza, Palestine.






Subhanallah...Allahu Akbar! Seperti Tidur dan tersenyum melihat Bidadari..! Insya Allah, ku akan menyusulmu Wahai Mujahid! Allahu Akbar !

ALLAHU AKBAR!!! ALLAHU AKBAR!! ALLAHU AKBAR!! sang peminang bidadari bertemu dgn Ainul Mardiah.... Subhanallah...

kredit: http://arrahmah.com

Tholhah bin 'Ubaidillah radliyallahu 'anhu

Sosok Tholhah bin 'Ubaidillah radliyallahu 'anhu. patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Tholhah merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu seorang bernilai seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Tholhah adalah orang keempat yang masuk Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar As-Siddiq radliyallahu 'anhu.

Awal masuk Islam

Dengan disertai Abu Bakar, Tholhah pergi menemui Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. Setelah berhasil jumpa dengan Rosululloh, Tholhah mengungkapkan niatnya hendak ikut memeluk Dinul haq, Islam. Maka Rosululloh menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam, Tholhah dan Abu Bakar pun pergi. Tapi ditengah jalan mereka dicegat oleh Naufal bin Khuwailid yang dikenal dengan "Singa Quroisy", yang terkenal kejam dan bengis. Naufal kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata Tholhah dan Abu Bakar tidak hanya ditangkap saja. Mereka diikat dalam satu tambang lalu dipukuli. Semua itu dilakukan Naufal sebagai siksaan atas keislaman mereka berdua. Oleh karena itu Tholhah dan Abu Bakar dijuluki "Al-Qorinain" atau "dua serangkai yang diikat". Tholhah adalah seorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia seorang yang kokoh mempertahankan pendirian meskipun ketika jaman jahiliah.

Gelar-gelar Tholhah bin 'Ubaidillah radliyallahu 'anhu. dan pengorbanannya di perang Uhud.

Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar radliyallahu 'anhu. selalu teringat pada karibnya, Thalhah bin 'Ubaidillah radliyallahu 'anhu, ia mengungkapkan, "Perang hari itu adalah milik Tholhah."

Berikut kisahnya: Diceritakan, saat itu barisan kaum muslimin berantakan meninggalkan Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. Tak tersisa di sekeliling beliau kecuali 11 orang Anshor dan Tholhah bin 'Ubaidillah dari Muhajirin. Rosululloh naik ke arah gunung bersama pengawal-pengawalnya yang kala itu dikejar oleh sekelompok musyrikin yang bermaksud membunuh beliau.

Beliau berkata, "Siapa yang berani melawan mereka dia akan menjadi temanku kelak di surga."

Spontan Tholhah angkat suara, "Saya, wahai Rosululloh."

"Tidak! Jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu," tolak Rosululloh.

Lalu seorang Anshor mengajukan diri, "Aku, wahai Rosululloh."

"Ya, majulah," kata Rosululloh.

Sahabat Anshor tersebut berusaha menahan gerak maju kelompok musyrikin, sementara Rosululloh terus naik. Pertempuran yang tidak seimbang itu telah mengantarkannya menemui kesyahidan.

Demikian seterusnya, setiap kali Rosululloh meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir itu, selalu Tholhah mengajukan pertama kali. Tetapi, senantiasa ditahan Rosululloh dan diperintahkan tetap di tempat sampai sebelas prajurit Anshor itu gugur menemui syahid dan tinggal Tholhah sendiri bersama Rosululloh. Karena musyrikin terus mengejar, maka Rosululloh berkata, "Sekarang engkau, wahai Tholhah."

Saat itu gigi taring Rosululloh telah patah, bibir dan dahinya sobek, sedangkan darah mengucur dari muka beliau yang mulia. Beliau merasa capai sekali, maka Tholhah harus berjuang mati-matian. Dia lawan siapa saja yang mendekat sambil memapah Rosululloh dan bergerak mendaki. Di tempat yang dirasa aman, dibaringkannya Rosululloh di tanah, kemudian dia sendiri kembali menghadapi musuh-musuh yang datang. Begitu terus sampai dapat menewaskan beberapa musyrikin dan musuh menjauh.

Abu Bakar mengisahkan, "Pada waktu itu aku dan Abu 'Ubaidah al-Jarraoh radliyallahu 'anhu. jauh dari Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. Kami segera mendekat untuk merawat, tetapi beliau menolak. Kata beliau, "Tinggalkan aku. Tolonglah kawan kalian itu," sambil memberi isyarat ke arah Tholhah.

Keduanya bebegegas mencari Tholhah. Ketika ditemukan, Tholhah dalam keadaan pingsan. Badannya berlumur darah segar. Tak kurang tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing, dan lemparan anak panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah; dia terjatuh ke dalam sebuah lubang dan tak sadarkan diri.

Mereka mengira Tholhah telah gugur. Ternyata masih hidup. Karena itulah dia diberi gelar "Asy-Syahidul Hayy", atau syahid yang hidup. Gelar itu diberikan Rosululloh melalui sabdanya:

"Siapa ingin melihat orang yang berjalan di muka bumi padahal seharusnya dia sudah mati, lihatlah Tholhah putra 'Ubaidillah."

Sejak itu, jika ada orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, Abu Bakar selalu menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan milik Tholhah sepenuhnya."

Dan sejak peristiwa Uhud itu juga Tholhah terkenal dengan sebutan "Burung Elang Hari Uhud."

Gelar-gelar lain yang diberikan Rosululloh masih banyak. Ada "Tholhah al-Khoir" (Tholhah yang baik), "Tholhah al-Jaud" (Tholhah yang pemurah), "Tholhah al-Fayyadh" (Tholhah yang dermawan), dan masih banyak lagi lainnya. Setiap julukan tersebut memiliki kisah tersendiri yang satu sama lain tak kalah hebatnya.

Adapun tentang "Tholhah al-Khoir" (Tholhah yang baik), ada setidaknya seratus kisah. Satu diantaranya adalah kisah berikut:

Tholhah adalah seorang pedagang yang sukses. Sepulang berdagang dari Hadramaut, ia membawa keuntungan besar sebesar 700.000 dirham. Namun, malam harinya ia ketakutan, gelisah dan dan tidak bisa tidur nyenyak.

Melihat itu, istrinya Ummu Kultsum binti Abi Bakar radliyallahu 'anhu, mendekati lalu bertanya, "Mengapa engkau gelisah? Apakah kami telah melakukan kesalahan?"

"Tidak," jawabnya, "Istri terbaik bagi seorang muslim adalah yang sepertimu. Tapi ada yang mengganggu pikiranku sejak semalam. Pikiran seorang hamba kepada Robbnya; Ia mau tidur sedang hartanya masih menumpuk di rumahnya," jawab Tholhah.

"Mengapa engkau risau? Bukankah banyak yang membutuhkan pertolonganmu. Besok pagi, bagaikan uang itu kepada mereka!"

Tholhah berseri-seri, "Semoga Alloh merahmatimu, wahai istriku. Engkau memang wanita yang baik dan putri dari seorang yang baik."

Esoknya, ketika hari masih pagi, uang-uang itu telah masuk di kantong-kantong. Dan, sesaat kemudian berpindah ke tangan fakir miskin Muhajirin maupun Anshor.

As-Saib bin Zaid berkata tentang Tholhah, katanya, "Aku berkawan dengan Tholhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya." Jabir bin 'Abdullah bertutur, " Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Tholhah walaupun tanpa diminta." Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Tholhah al-Khoir", "Tholhah al-Jaud", "Tholhah al-Fayyadh".

Wafatnya

Sewaktu terjadi pertempuran "Al-Jamal", Tholhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali radliyallahu 'anhu. Ali memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Bashro. Dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup parah ia wafat. Tholhah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Bashro. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. pernah berkata kepada para sahabat radliyallahu 'anhu, "Barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi padahal ia masih hidup, maka lihatlah Tholhah." Hal itu juga dikatakan Alloh SWT. dalam firman-Nya:

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Alloh, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (QS. Al-Ahzaab: 23)

Sebuah sejarah besar telah diukir. Sejarah itu bernama Tholhah bin 'Ubaidillah radliyallahu 'anhu. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu meneladani segala sifat baiknya.

Maroji':
Shuwar min Hayati sh-Shahabah, Dr. Abdurrahman Raf'at al-Basya, dengan beberapa tambahan dari berbagai artikel.